Kamis, 23 Februari 2012

Yang Kurang dari Penjelasan Ilmuwan tentang Lionel Messi


 Setiap abad punya pemain besar. Jika ditarik dalam skala yang lebih kecil, tiap dekade juga memiliki primus inter pares-nya. 

Apabila saya katakan Zinedine Zidane sebagai pesepak bola terbaik pada dekade 2000-an, saya kira tidak ada yang keberatan. Prestasi terbesar Zizou memang pada tahun 1998 alias dekade 1990-an tatkala membawa Prancis juara dunia. Tapi semua kita yang menyaksikan sepak bola pada tahun 2000-an bisa menilai bahwa pesona Zidane di Juventus, Madrid, atau timnas Prancis mengalahkan semua pemain tenar saat itu. 

Lantas, siapa "pemilik" dekade 2010-an ini?  Melihat penampilan, prestasi, dan penghargaan, tampaknya semua tangan menunjuk ke arah Lionel Messi. Perantau asal Argentina ini membawa Barcelona juara Liga Champion dan Liga Spanyol. Sebagai penyerang, dia juga haus gol. Semua ini berbuah penghargaan FIFA Ballon d’Or pada Leo dari tahun 2009-2011. 

Kebintangannya pun menjadi buah bibir. Ditambah lagi, sosoknya sebagai “anak baik-baik” yang tidak suka dugem seperti seniornya Ronaldinho. Orang-orang pun bertanya-tanya mengapa bisa lahir seseorang seperti dirinya. Penjelasan-penjelasan pun muncul. Dari yang hanya memakai argumen sederhana hingga yang ilmiah-rasional. 

Beberapa hari lalu muncullah berita analisa ilmiah dari ilmuwan tentang Messi. Salah seorang ilmuwan itu, Norbert Hagemann, mengatakan Messi memperoleh lebih banyak informasi dari sekitarnya dibanding pemain yang kurang terampil. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemain seperti Messi “diberkahi kesadaran sensorik yang biasa disebut orang sebagai indera keenam”.

Saya tidak tahu apakah para ilmuwan itu sering menyaksikan pertandingan sepak bola, khususnya Lionel Messi, baik di Barcelona maupun timnas Argentina. Sekiranya mereka pencinta sepak bola, telaah ilmiah itu seharusnya bukan hanya menyangkut Messi seorang.  

Tapi, sebagai seorang yang sudah sering menyaksikan pertandingan sepak bola (di layar televisi tentu saja) saya merasa ada yang kurang dari penjelasan para ilmuwan. Ini terkait dengan kehebatan Messi hanya di klub, tapi tidak di timnas Argentina. 

Andaikata apa yang dikatakan ilmuwan benar, tentu jadi pertanyaan bagi kita mengapa “sensor” Messi tidak berlaku di timnas? Apakah kemampuan Messi bersifat situasional, tidak untuk di manapun? 

Di Barcelona, Messi punya rekan-rekan yang bisa memanjakan dirinya. Ini yang tidak dipunyai tim Tango. Xavi atau Iniesta di El Barca adalah pengatur irama dan pengumpan kelas wahid. Di kaki kedua orang ini, Messi menjadi haus gol. Tidak hanya di klub. Kedua alumni La Masia itu juga melakukanya di timnas Spanyol. 

Gejala inilah yang tidak diamati oleh para ilmuwan. Mereka hanya melihat Messi seorang. Sedangkan peran dari Xavi dan Iniesta tidak.

Karena itu saya akan menambahkan bagian penting ini: Messi bisa mengumpulkan informasi itu dan mengambil keputusan (untuk mencetak gol misalnya) manakala pemain lain memiliki intuisi yang sama dengannya. Dalam ilmu fisika, ini bisa diistilahkan sebagai resonansi. Yakni ikut bergetarnya suatu benda karena memiliki frekuensi (natural) yang sama dengan benda lain. 

Kelemahan Messi adalah dia tidak bisa membuat “frekuensi” yang sama dengan pemain lain. Akibatnya, di Argentina penampilannya melempem. Tentu bukan karena tidak ada pemain yang skilnya cukup untuk memenuhi kriteria ini. Tapi karena Messi hanya berperan sebagai obyek, bukan subyek. Sebagai obyek, posisinya adalah disesuaikan, bukan menyesuaikan. 

Barangkali, salah satu contoh pemain yang bisa menjadi subyek atau obyek sekaligus adalah seniornya di timnas Argentina, Diego Maradona. Maradona bisa hebat di timnas, sekaligus juga di klub. Itupun bukan klub besar melainkan sekelas Napoli. Tapi Diego bisa memberi perubahan yang besar di klub itu. Dua kali Napoli dibawanya meraih scudetto dan sekali juara piala UEFA. 

Kelebihan ini tidak dipunyai Messi. Secara kualitas individu, Messi mungkin sama, atau bahkan lebih baik ketimbang Maradona. Tapi kehebatannya itu hanya muncul jika ada “subyek” yang bisa memenuhi  apa yang dibutuhkannya. Dan itu didapatnya di Barcelona, tidak di timnas Argentina. 

Selasa, 14 Februari 2012

Konspirasi Pepsi & Coca Cola


 Para pemuka Muslim menyatakan mereka takkan pernah menarik pernyataannya bahwa Pepsi Cola esensinya adalah nama kode bagi komplotan Zionis

Institut Riset Media Timur Tengah (MEMRI) telah merilis pernyataan berbahasa Inggris yang diberikan oleh seorang pemuka Islam di Mesir bulan Februari yang lalu, dimana dia jabarkan bahwa PEPSI sebenarnya adalah kepanjangan dari “Pay Every Penny to Save Israel” artinya kira kira demikian : “Sumbangkan setiap penny untuk menyelamatkan Israel.”

Selain itu, seorang anggota parlemen organisasi Hamas di Gaza juga mengeluarkan pernyataan sama tentang hal tersebut tahun lalu. Berbicara dalam stasiun TV Al-Aqsha, anggota perlemen Salem Salamah menyatakan, “Ada berbagai perusahaan yang didirikan oleh para kolonialis dan pendudukan – berbagai perusahaan besar dengan banyak cabang diseluruh penjuru dunia, seperti Pepsi, Pepsi Cola. Ini adalah perusahaan terkemuka. Pepsi adalah kepanjangan dari Pay Every Penny to Save Israel.” 

 Baru-baru ini juga, seorang pemuka Mesir Hazem Abu Ismail mengeluarkan pernyataan yang sama. Berbicara didepan Al Nas TV – sebuah kanal religius Muslim- Abu Ismail menyerukan sebuah boikot dari kaum Muslim terhadap Pepsi karena kepanjangannya tersebut. 

Secara spesifik, Hazem Abu Ismail menyatakan sebagai berikut, berdasarkan transkrip sama yang diberikan oleh MEMRI, Institut Riset Media Timur Tengah yang berbasis di Washington: 

Huruf P pertama berarti “Pay” (Berikan), E untuk “Every” (Setiap). Huruf ketiga untuk “Penny”. Penny adalah koin kecil yang anda terima dan anda tak tahu apa yang akan anda lakukan dengannya. Berikan itu untuk “Menyelamatkan” I – “Israel”. Dengan kata lain, berikan setiap koin kecil yang anda terima untuk menyelamatkan Israel. Mereka tak ingin uang anda – mereka hanya ingin koin pecahan kecil, penny anda. Bila saya tidak salah, dalam ekonomi Amerika, penny adalah seperseribu dolar. Nilainya kecil sekali. 

Mereka mengatakan, “Sumbangkan pecahan kecil yang tidak anda butuhkan, tetapi berikanlah dengan alasan yang benar. Bila anda mengumpulkan pecahan kecil ini, anda bisa membeli minuman ini.” Mereka mengambil masing-masing kata awalan dan membentuk kata “Pepsi”. Bila anda membayar (untuk membeli Pepsi), anda akan menyelamatkan Israel. 

Selama bertahun-tahun, The Coca Cola Company dan produk-produknya banyak menuai kritik oleh berbagai sumber atas bermacam-macam alasan termasuk efek negatif produk-produk tersebut terhadap kesehatan, lingkungan, penggunaan pestisida dalam jumlah yang besar dalam produk-produknya, praktek eksploitasi buruh dan masih banyak alasan lagi. Tidak sedikit dari alasan-alasan tersebut yang membawa perusahaan tersebut menghadapi tuntutan hukum dan menciptakan kontroversi yang terdapat pada logo produk Coca Cola.


Bacalah logo tersebut dalam cermin atau terbalik, dalam tulisan Arab, apa yang anda dapat? 

Sumber dari sebuah kampanye di Mesir menuduh minuman ringan terbesar tersebut atas menyinggung Islam karena logo yang terkenal tersebut terlihat mengatakan: “No to Mohamed. No to Mecca” (Tidak untuk Muhammad. Tidak untuk Mekkah).