from uefa.com |
Tidak ada orang di muka bumi ini yang meragukan
kehebatan Barcelona di bawah asuhan Joseph Guardiola. Pemain-pemain terbaik
dunia bercokol di klub asal Catalan tersebut. Gaya bermain tiki-taka yang mengandalkan
penguasaan bola turut berperan serta menjaga stabilnya kemenangan. Semua ini
berujung pada prestasi yang bisa dinyatakan lewat satu kata: mengagumkan!
Semua tim lantas terobsesi menaklukkan El Barca, entah
itu di Spanyol maupun level Eropa. Pelatih-pelatih hebat dan kenyang pengalaman
berpikir bagaimana cara meredam Xavi cs. Namun sayang, tatkala tim-tim itu
tampil hebat dalam sebauh pertandingan, ada kekuatan lain yang membuat
kemenangan gagal diperoleh.
Guus Hiddink, Arsene Wenger, dan Jose
Mourinho adalah
sedikit dari pelatih-pelatih hebat itu. Pada musim 2008/2009, Hiddink
yang melatih
Chelsea merasakan betapa wasit perperan serta menggugurkan kesempatan
The Blues
berlaga di final Liga Champion. Pengadil bernama Tom Henning Ovrebo
tidak memberi penalti kepada Chelsea atas handsall Eto'o pada injury
time ketika pertandingan berada dalam keadaan imbang. Hasil seri ini
cukup meloloskan El Barca karena pada leg pertama di
Camp Nou bermain seri dengan skor kaca mata.
Musim berikutnya giliran Inter Milan yang dirugikan. Leg
pertama LC anak asuhan Jose Muorinho menang 3-1 di San Siro. Barcelona butuh kemenangan
minimal 2-0 agar menjaga peluang mereka mencapai final secara beruntun. Ajaib,
di babak pertama wasit langsung menghadiahi Thiago Motta kartu merah karena
diduga melanggar Sergio Busquet. Padahal dari layar televisi terlihat jelas
bahwa gelandang bertahan Barcelona itu hanya berpura-pura kesakitan. Tapi
syukurlah, hingga 90 menit, tuan rumah hanya mampu mencetak sebiji gol sehingga
harus tersingkir di semifinal.
Musim 2010/2011 giliran Arsenal yang dapat celaka. Banyak
yang mengatakan bahwa di antara tim-tim Eropa, The Gunners adalah salah satu
tim yang gaya bermainnya mirip Barcelona. Dengan demikian, tim asal London ini
sangat mungkin menang ketika kedua klub bertemu. Ini kemudian memang terbukti ketika
undian mempertemukan keduanya di babak perdelapan final. Van Persie dkk.
mengalahkan anak asuh Guardiola 2-1 di Stadion Emirates.
Hasil seri di leg kedua cukup membuat Arsenal lolos ke
babak berikutnya. Tapi yang terjadi adalah sebuah malapetaka. Pada awalnya
Arsenal mampu meladeni permainan Xavi cs. Mereka unggul satu gol sehingga memperbesar
peluang lolos. Muncullah kemudian insiden itu. Di tengah riuh penonton Nou
Camp, Robin van Persie menerima umpan matang yang langsung ditendangnya ke
gawang Victor Valdes. Dia tidak menyadari bahwa posisinya off side. Sambil tertawa, RvP memberi isyarat kepada wasit bahwa
dia tidak mendengar bunyi peluit. Tapi wasit berkata lain. Kartu merah langsung
disambar sang pengadil dari kantongnya. Tanpa bisa berbuat apa-apa, penyerang
asal Belanda itu keluar lapangan disertai gerutu dari Arsene Wenger.
Hanya dengan sepuluh orang, pertanding`n berjalan
timpang. Sebuah penalti diberikan wasit untuk tuan rumah sehingga kedudukan menjadi
imbang. Dua gol tambahan lagi membuat Barcelona lolos dengan agregat 4-3. Los
Cules melaju hingga final dan mengalahkan Manchester United sehingga merengkuh
gelar LC keempatnya.
Selama tiga tahun berturut-turut semua kita bisa
melihat bahwa upaya tim-tim lain untuk menghalahkan Barcelona seolah sia-sia
adanya. Tim-tim itu menang tidak sekuat Barcelona, tapi paling tidak pelatihnya
punya jurus jitu untuk menang dengan selisih kecil atau sekedar menahan imbang.
Tapi wasit menggagalkan segala usaha tersebut dengan kuasanya memberi kartu merah
atau tidak memberi penalti dari yang seharusnya diberikan.
Celakanya lagi, hal yang sama tetap terjadi di musim
ini. Kita semua bisa melihat dengan jelas di pertandingan dini hari tadi. AC
Milan, satu-satunya wakil Italia yang tersisa di Liga Champion, harus
tersingkir di babak perempatfinal gara-gara wasit juga. I Rosonerri yang
bermain gerendel khas Italia mampu menahan tiap gempuran dari Messi cs. yang
hampir membuat mereka frustasi. Anak asuh Pep ini pun hanya bisa mencetak gol
lewat titik putih. Ini adalah penalti pertama di laga tersebut dan seperti kata
komentatornya “100 percent correct”. AC Milan kemudian berhasil membalas dari kaki
Nocerino sehingga pertandingan menjadi imbang.
Tapi kita yang betul-betul paham sepak bola pasti
tertawa ketika wasit Bjorn Kuipers memberi penalti kedua. Di saat tendangan
penjuru, Sergio Busquet, yang jago sandiwara itu, ditarik bajunya oleh Nesta.
Busquet jatuh dan wasit langsung memberi kartu kuning untuk mantan bek Lazio
itu. Tidak ketinggalan, penalti diberikan.
Lionel Messi berhasil mencetak gol untuk kedua kalinya
lewat titik putih. Satu tambahan gol dari Iniesta membuat langkah Barcelona
kian lapang. Skor 3-1 bertahan hingga akhir laga dan membuat tim Catalan bermain
di babak semifinal untuk kali kelima secara beruntun.
Semua suporter Barcelona tentu senang bukan kepalang
dengan hasil tersebut. Tapi saya hanya bisa bersedih karena sepak bola telah
rusak hanya untuk membuat Barcelona menggapai puncak kejayaannya. Tidak hanya
sekali, tapi berkali-kali dan tampak sebagai sebuah konspirasi, seperti yang
pernah dikatakan Jose Mourinho.
Sekiranya Barcelona berhasil membuat rekor demi rekor
pada tahun-tahun mendatang, mungkin bisa dikatakan bahwa klub ini akan menjadi
salah satu kandidat klub terbaik Abad 21. Tapi apabila 20 hingga 30 tahun lagi
ada orang yang bertanya kepada saya seperti apakah kehebatan klub ini, saya
akan menjawab jujur: kehebatan Barcelona
bukanlah terutama karena pemain dan pelatihnya yang produk La Masia itu, atau
karena gaya bermain tiki-taka, tapi juga ditunjang sepenuhnya oleh wasit!
Dan yang terakhir inilah yang paling berperan untuk
memenangkan pertandingan!
(Dikutip dari http://samdybola.blogspot.com)
0 komentar:
Posting Komentar