Rabu, 25 April 2012

Kehebatan Barcelona: Tiki-taka, La Masia, dan Wasit!!!!

from uefa.com
Tidak ada orang di muka bumi ini yang meragukan kehebatan Barcelona di bawah asuhan Joseph Guardiola. Pemain-pemain terbaik dunia bercokol di klub asal Catalan tersebut. Gaya bermain tiki-taka yang mengandalkan penguasaan bola turut berperan serta menjaga stabilnya kemenangan. Semua ini berujung pada prestasi yang bisa dinyatakan lewat satu kata: mengagumkan! 
Semua tim lantas terobsesi menaklukkan El Barca, entah itu di Spanyol maupun level Eropa. Pelatih-pelatih hebat dan kenyang pengalaman berpikir bagaimana cara meredam Xavi cs. Namun sayang, tatkala tim-tim itu tampil hebat dalam sebauh pertandingan, ada kekuatan lain yang membuat kemenangan gagal diperoleh.  
Guus Hiddink, Arsene Wenger, dan Jose Mourinho adalah sedikit dari pelatih-pelatih hebat itu. Pada musim 2008/2009, Hiddink yang melatih Chelsea merasakan betapa wasit perperan serta menggugurkan kesempatan The Blues berlaga di final Liga Champion. Pengadil bernama Tom Henning Ovrebo tidak memberi penalti kepada Chelsea atas handsall Eto'o pada injury time ketika pertandingan berada dalam keadaan imbang. Hasil seri ini cukup meloloskan El Barca karena pada leg pertama di Camp Nou bermain seri dengan skor kaca mata. 
Musim berikutnya giliran Inter Milan yang dirugikan. Leg pertama LC anak asuhan Jose Muorinho  menang 3-1 di San Siro. Barcelona butuh kemenangan minimal 2-0 agar menjaga peluang mereka mencapai final secara beruntun. Ajaib, di babak pertama wasit langsung menghadiahi Thiago Motta kartu merah karena diduga melanggar Sergio Busquet. Padahal dari layar televisi terlihat jelas bahwa gelandang bertahan Barcelona itu hanya berpura-pura kesakitan. Tapi syukurlah, hingga 90 menit, tuan rumah hanya mampu mencetak sebiji gol sehingga harus tersingkir di semifinal. 
Musim 2010/2011 giliran Arsenal yang dapat celaka. Banyak yang mengatakan bahwa di antara tim-tim Eropa, The Gunners adalah salah satu tim yang gaya bermainnya mirip Barcelona. Dengan demikian, tim asal London ini sangat mungkin menang ketika kedua klub bertemu. Ini kemudian memang terbukti ketika undian mempertemukan keduanya di babak perdelapan final. Van Persie dkk. mengalahkan anak asuh Guardiola 2-1 di Stadion Emirates.  
Hasil seri di leg kedua cukup membuat Arsenal lolos ke babak berikutnya. Tapi yang terjadi adalah sebuah malapetaka. Pada awalnya Arsenal mampu meladeni permainan Xavi cs.  Mereka unggul satu gol sehingga memperbesar peluang lolos. Muncullah kemudian insiden itu. Di tengah riuh penonton Nou Camp, Robin van Persie menerima umpan matang yang langsung ditendangnya ke gawang Victor Valdes. Dia tidak menyadari bahwa posisinya off side. Sambil tertawa, RvP memberi isyarat kepada wasit bahwa dia tidak mendengar bunyi peluit. Tapi wasit berkata lain. Kartu merah langsung disambar sang pengadil dari kantongnya. Tanpa bisa berbuat apa-apa, penyerang asal Belanda itu keluar lapangan disertai gerutu dari Arsene Wenger. 
Hanya dengan sepuluh orang, pertanding`n berjalan timpang. Sebuah penalti diberikan wasit untuk tuan rumah sehingga kedudukan menjadi imbang. Dua gol tambahan lagi membuat Barcelona lolos dengan agregat 4-3. Los Cules melaju hingga final dan mengalahkan Manchester United sehingga merengkuh gelar LC keempatnya. 
Selama tiga tahun berturut-turut semua kita bisa melihat bahwa upaya tim-tim lain untuk menghalahkan Barcelona seolah sia-sia adanya. Tim-tim itu menang tidak sekuat Barcelona, tapi paling tidak pelatihnya punya jurus jitu untuk menang dengan selisih kecil atau sekedar menahan imbang. Tapi wasit menggagalkan segala usaha tersebut dengan kuasanya memberi kartu merah atau tidak memberi penalti dari yang seharusnya diberikan. 
Celakanya lagi, hal yang sama tetap terjadi di musim ini. Kita semua bisa melihat dengan jelas di pertandingan dini hari tadi. AC Milan, satu-satunya wakil Italia yang tersisa di Liga Champion, harus tersingkir di babak perempatfinal gara-gara wasit juga. I Rosonerri yang bermain gerendel khas Italia mampu menahan tiap gempuran dari Messi cs. yang hampir membuat mereka frustasi. Anak asuh Pep ini pun hanya bisa mencetak gol lewat titik putih. Ini adalah penalti pertama di laga tersebut dan seperti kata komentatornya “100 percent correct”.  AC Milan kemudian berhasil membalas dari kaki Nocerino sehingga pertandingan menjadi imbang. 
Tapi kita yang betul-betul paham sepak bola pasti tertawa ketika wasit Bjorn Kuipers memberi penalti kedua. Di saat tendangan penjuru, Sergio Busquet, yang jago sandiwara itu, ditarik bajunya oleh Nesta. Busquet jatuh dan wasit langsung memberi kartu kuning untuk mantan bek Lazio itu. Tidak ketinggalan, penalti diberikan.  
Lionel Messi berhasil mencetak gol untuk kedua kalinya lewat titik putih. Satu tambahan gol dari Iniesta membuat langkah Barcelona kian lapang. Skor 3-1 bertahan hingga akhir laga dan membuat tim Catalan bermain di babak semifinal untuk kali kelima secara beruntun. 
Semua suporter Barcelona tentu senang bukan kepalang dengan hasil tersebut. Tapi saya hanya bisa bersedih karena sepak bola telah rusak hanya untuk membuat Barcelona menggapai puncak kejayaannya. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali dan tampak sebagai sebuah konspirasi, seperti yang pernah dikatakan Jose Mourinho. 
Sekiranya Barcelona berhasil membuat rekor demi rekor pada tahun-tahun mendatang, mungkin bisa dikatakan bahwa klub ini akan menjadi salah satu kandidat klub terbaik Abad 21. Tapi apabila 20 hingga 30 tahun lagi ada orang yang bertanya kepada saya seperti apakah kehebatan klub ini, saya akan menjawab jujur: kehebatan Barcelona bukanlah terutama karena pemain dan pelatihnya yang produk La Masia itu, atau karena gaya bermain tiki-taka, tapi juga ditunjang sepenuhnya oleh wasit! 
Dan yang terakhir inilah yang paling berperan untuk memenangkan pertandingan! 

0 komentar:

Posting Komentar