Selasa, 08 Mei 2012

“Killing Punch” The Blues itu Bernama Drogba

premierleague.com
Pastilah jantung kita hampir copot tatkala menyaksikan petinju Daud Jordan terjatuh karena pukulan Lorenzo Villanueva, Minggu malam kemarin. Lawannya yang asal Filipina itu melancarkan serangan bertubi-tubi lewat tangan kiri meski laga baru berjalan satu ronde. Kita tambah pesimis tatkala membaca statistik Lorenzo yang dalam sejarahnya selalu menang KO.  
Tapi Si Cino tahu bahwa di balik kekuatan itu terselip juga kelemahan. Memasuki ronde kedua, petinju asal Kalbar itu membalas dengan pukulan yang tak kalah mematikannya. Lawan pun jatuh. Tapi Lorenzo masih mampu bangkit untuk melanjutkan “perkelahian”-nya. Entah dalam keadaan sadar penuh atau tidak, lagi-lagi Cino menyasarkan tinjunya tepat di muka Lorenzo. Kembali, sang lawan tersungkur. Tapi kali ini dia tidak bisa bangkit kembali dan wasit pun menghentikan duel seru tersebut. Daud Jordan menang hanya dengan dua ronde!
Harus saya akui, itulah pertandingan tinju yang paling mendebarkan yang pernah saya saksikan. Tatkala duel berakhir dan Daud mendapat gelar juara dunia pertamanya, saya melonjak kegirangan, sesuatu yang belum pernah saya lakukan pada pertandingan tinju. Tidak hanya saya, seluruh dunia pun pasti melakukan hal yang sama, tatkala melihat duel yang dilangsungkan di Marina Bay Singapura itu. Barangkali ada juga yang bergumam, “Telah lahir Many Pacquiao baru yang tak kalah mematikannya.”
Ketika duel utama antara Chris John versus Shoji Kimura berlangsung sejam kemudian, kepala saya masih membayangkan kehebatan seorang Cino. Apalagi seperti biasa, laga Chris John terlihat kurang menarik karena lawannya yang orang Jepang itu hanya menghindar dari kekalahan KO. Sang Naga menang dan kembali mempertahankan gelar juaranya untuk ke-16 kalinya. Indonesia punya dua orang juara dunia dalam semalam!
Kegembiraan ini masih terbawa ketika beberapa jam kemudian menyaksikan laga final Piala FA yang mempertemukan Chelsea dengan Liverpool. Pertandingan kedua tim yang sedang terperosok di Liga Primer ini tentu akan berlangsung seru. Kedua tim besar tersebut harus mendapat gelar tertua di dunia itu supaya nama besar mereka tetap terjaga.
Tapi yang terjadi di lapangan jauh di luar perkiraan. Pertandingan di babak pertama higga pertengahan babak kedua terlalu monoton. Chelsea yang unggul satu gol dari Ramires di babak pertama terkesan main aman seperti di semifinal Liga Champion. Padahal tim yang dihadapinya ini bukanlah Barcelona, melainkan klub yang minimal dua kali dalam setahun mereka temui. 

The Blues menambah keunggulannnya. Lagi-lagi, Didier Drogba menjadi pahlawan lewat tendangan mendatarnya ke gawang Pepe Reina. Ketertinggalan dua gol inilah yang  membuat Liverpool harus membalas kalau masih ingin meraih trofi kedua setelah Piala Carling pada musim ini. Kenny Dalglish tepat sekali memasukkan striker jangkungnya Andy Carroll. Tak berselang lama setelah dia masuk, sebuah gol berhasil dilesakkan ke gawang Petr Cech. 
Andy Carrol, pemain seharga 35 juta pound itu, kembali menunjukkan kehebatannya di dalam kotak penalti. Sebuah umpan dari Luiz Suares berhasil disundulnya tepat ke arah gawang. Tapi dengan sigap Peter Cech menghalau bola yang dari tayangan ulang televisi melewati garis gawang beberapa sentimeter. Sang pengadil dan hakim garis menganggap itu bukan gol sehingga pupuslah harapan The Reds menyamakan kedudukan.  
Skor inilah yang terus bertahan hingga akhir. Roberto Di Matteo berhasil mempersembahkan gelar pertamanya musim ini. Entah, apakah trofi Liga Champion akan juga bisa diraihnya dua minggu mendatang. Tapi satu gelar di musim yang sempat terseok-seok di bawah Andre Villas Boas tentu sudah prestasi besar. Roman Abramovich akan dikutuk sejarah apabila tidak menunjuk Di Matteo sebagai pelatih tetap musim depan.
Juga sebuah aib bagi Roman apabila manajemennya melepas sang pahlawan Chelsea malam itu, Didier Drogba. Delapan musim berada di Stamford Bridge tentu tidak bisa dilupakan begitu saja oleh setiap pendukung The Blues. Drogba merasa dilecehkan dengan sodoran kontrak setahun yang diajukan manajemen, padahal dia meminta dua tahun. Dia pun berencana hengkang musim depan ke Liga China, bergabung dengan bekas rekannya di Chelsea, Nicholas Anelka. 
Sungguh, gol-gol Drogba di semifinal leg pertama Liga Champion dan final FA, sudah membuktikan betapa berharganya striker Pantai Gading itu. Di saat Chelsea butuh gol, Drogba datang menjadi penyelamat. Mungkin gol yang disarangkannya musim ini tidak sebanyak 2009/2010 tatkala dia berhasil menjadi top scorer Liga Inggris. Tapi perannya dalam tim tetap terasa lewat gol-gol di pertandingan penting. 
Ibarat pertandingan tinju, Drogba adalah “killling punch” alias pukulan maut Chelsea. Lewat killing punch, Daud Jordan berhasil memukul KO lawannya hanya dalam dua ronde. Sungguh disayangkan apabila The Blues tidak lagi memiliki senjata itu musim depan.

0 komentar:

Posting Komentar