![]() |
premierleague.com |
Pastilah jantung kita hampir copot tatkala menyaksikan petinju Daud
Jordan terjatuh karena pukulan Lorenzo Villanueva, Minggu malam kemarin. Lawannya
yang asal Filipina itu melancarkan serangan bertubi-tubi lewat tangan kiri
meski laga baru berjalan satu ronde. Kita tambah pesimis tatkala membaca
statistik Lorenzo yang dalam sejarahnya selalu menang KO.
Tapi Si Cino tahu bahwa di balik kekuatan itu terselip juga kelemahan. Memasuki
ronde kedua, petinju asal Kalbar itu membalas dengan pukulan yang tak kalah
mematikannya. Lawan pun jatuh. Tapi Lorenzo masih mampu bangkit untuk
melanjutkan “perkelahian”-nya. Entah dalam keadaan sadar penuh atau tidak,
lagi-lagi Cino menyasarkan tinjunya tepat di muka Lorenzo. Kembali, sang lawan
tersungkur. Tapi kali ini dia tidak bisa bangkit kembali dan wasit pun
menghentikan duel seru tersebut. Daud Jordan menang hanya dengan dua ronde!
Harus saya akui, itulah pertandingan tinju yang paling mendebarkan yang
pernah saya saksikan. Tatkala duel berakhir dan Daud mendapat gelar juara dunia
pertamanya, saya melonjak kegirangan, sesuatu yang belum pernah saya lakukan
pada pertandingan tinju. Tidak hanya saya, seluruh dunia pun pasti melakukan
hal yang sama, tatkala melihat duel yang dilangsungkan di Marina Bay Singapura
itu. Barangkali ada juga yang bergumam, “Telah lahir Many Pacquiao baru yang
tak kalah mematikannya.”
Ketika duel utama antara Chris John versus Shoji Kimura berlangsung
sejam kemudian, kepala saya masih membayangkan kehebatan seorang Cino. Apalagi
seperti biasa, laga Chris John terlihat kurang menarik karena lawannya yang
orang Jepang itu hanya menghindar dari kekalahan KO. Sang Naga menang dan
kembali mempertahankan gelar juaranya untuk ke-16 kalinya. Indonesia punya dua
orang juara dunia dalam semalam!
Kegembiraan ini masih terbawa ketika beberapa jam kemudian menyaksikan
laga final Piala FA yang mempertemukan Chelsea dengan Liverpool. Pertandingan
kedua tim yang sedang terperosok di Liga Primer ini tentu akan berlangsung
seru. Kedua tim besar tersebut harus mendapat gelar tertua di dunia itu supaya
nama besar mereka tetap terjaga.
Tapi yang terjadi di lapangan jauh di luar perkiraan. Pertandingan di
babak pertama higga pertengahan babak kedua terlalu monoton. Chelsea yang
unggul satu gol dari Ramires di babak pertama terkesan main aman seperti di
semifinal Liga Champion. Padahal tim yang dihadapinya ini bukanlah Barcelona,
melainkan klub yang minimal dua kali dalam setahun mereka temui.
The Blues menambah keunggulannnya. Lagi-lagi, Didier Drogba menjadi
pahlawan lewat tendangan mendatarnya ke gawang Pepe Reina. Ketertinggalan dua
gol inilah yang membuat Liverpool harus
membalas kalau masih ingin meraih trofi kedua setelah Piala Carling pada musim
ini. Kenny Dalglish tepat sekali memasukkan striker jangkungnya Andy Carroll.
Tak berselang lama setelah dia masuk, sebuah gol berhasil dilesakkan ke gawang
Petr Cech.
Andy Carrol, pemain seharga 35 juta pound itu, kembali menunjukkan
kehebatannya di dalam kotak penalti. Sebuah umpan dari Luiz Suares berhasil
disundulnya tepat ke arah gawang. Tapi dengan sigap Peter Cech menghalau bola
yang dari tayangan ulang televisi melewati garis gawang beberapa sentimeter. Sang
pengadil dan hakim garis menganggap itu bukan gol sehingga pupuslah harapan The
Reds menyamakan kedudukan.
Skor inilah yang terus bertahan hingga akhir. Roberto Di Matteo berhasil
mempersembahkan gelar pertamanya musim ini. Entah, apakah trofi Liga Champion
akan juga bisa diraihnya dua minggu mendatang. Tapi satu gelar di musim yang
sempat terseok-seok di bawah Andre Villas Boas tentu sudah prestasi besar. Roman
Abramovich akan dikutuk sejarah apabila tidak menunjuk Di Matteo sebagai
pelatih tetap musim depan.
Juga sebuah aib bagi Roman apabila manajemennya melepas sang pahlawan
Chelsea malam itu, Didier Drogba. Delapan musim berada di Stamford Bridge tentu
tidak bisa dilupakan begitu saja oleh setiap pendukung The Blues. Drogba merasa
dilecehkan dengan sodoran kontrak setahun yang diajukan manajemen, padahal dia
meminta dua tahun. Dia pun berencana hengkang musim depan ke Liga China,
bergabung dengan bekas rekannya di Chelsea, Nicholas Anelka.
Sungguh, gol-gol Drogba di semifinal leg pertama Liga Champion dan final
FA, sudah membuktikan betapa berharganya striker Pantai Gading itu. Di saat
Chelsea butuh gol, Drogba datang menjadi penyelamat. Mungkin gol yang
disarangkannya musim ini tidak sebanyak 2009/2010 tatkala dia berhasil menjadi
top scorer Liga Inggris. Tapi perannya dalam tim tetap terasa lewat gol-gol di
pertandingan penting.
Ibarat pertandingan tinju,
Drogba adalah “killling punch” alias pukulan maut Chelsea. Lewat killing punch, Daud Jordan berhasil
memukul KO lawannya hanya dalam dua ronde. Sungguh disayangkan apabila The
Blues tidak lagi memiliki senjata itu musim depan.
0 komentar:
Posting Komentar